Jakarta, Pakuan pos – Webinar Nasional untuk membedah Buku “Revitalisasi Puta Dino, Tenun Tidore yang Telah Punah” telah mengumpulkan para sejarawan, antropolog, pencinta wastra Indonesia, termasuk pengamat dan penggiat kebudayaan tenun, berkumpul dalam satu ruang virtual selama kurang lebih 2,5 jam, yaitu dari pukul 13.00 sampai pukul 15.30 Waktu Indonesia bagian Barat (WIB). Webinar ini juga dihadiri oleh masyarakat luas Indonesia di tiga waktu, yaitu WIB (Jabodetabek, dan Medan), WITA (Bali), dan WIT (Maluku Utara dan Sulawesi). Salah satu peserta bahkan tercatat berada di Los Angeles, Amerika Serikat.

Buku ini merupakan tulisan bersama tiga peneliti Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Dr. Ade Solihat, S.S., M.A., seorang doktor bidang antropologi budaya, Dwi Woro Retno Mastuti, M.Hum., magister di bidang filologi dan kebudayaan Jawa, dan Dr. Ari Anggari Harapan, seorang doktor bidang sejarah. Demikianlah, dengan tiga latar belakang keahlian para penulis tersebut lahir sebuah tulisan yang tidak biasa. Dengan menjadikan produk kreatif budaya, yaitu tenun Tidore, sebagai pintu masuk, buku ini memperbincangkan sejarah Tidore dan bagaimana kesadaran akan sejarah itu penting untuk menciptakan energi positif bagi masyarakatnya dalam membangun ekonomi kreatif.

“Tiga Menguak Takdir”, demikian sejarawan dan Guru Besar Sejarah Universitas Indonesia, Prof. Susanto Zuhdi, menganalogikan tiga penulis buku ini. Karena para penulis menguak sejarah salah satu aspek kebudayaan Tidore, yaitu tenun; melalui kreasi tenun khas Tidore, yang dikenal dengan sebutan Puta Dino. Prof. Santo mengupas buku ini dengan detil dan mendalam dari perspektif ilmu sejarah.

Sebelum dibahas secara rinci dan mendalam oleh Prof. Susanto Zuhdi, buku ini diapresiasi oleh Sultan Tidore, sebagai bahan bagi masyarakat Tidore untuk mempelajari sejarahnya sendiri. Sultan mengisahkan kedatangan bangsa Spanyol, yang dikomandoi oleh Juan Sebastian Elcano—yang melanjutkan kepemimpinan Magellan yang terbunuh di Filipina, ke Tidore. Juan Sebastian Elcano merasa kagum kepada Sultan Al Mansyur yang menyambut kedatangan bangsa asing itu dengan penampilan kebesaran yang memperlihatkan kemajuan dan kemakmuran Tidore.

Buku ini juga diapresiasi oleh Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, sebagai salah satu bentuk laporan penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang menarik. Bukan sekadar suatu laporan saja, namun perjalanan penelitian dan pengabdian pada masyarakat ini menjadi buku yang diterbitkan, sehingga dapat dibaca oleh khalayak luas. Buku ini menjadi salah satu sumbangan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI dalam pemajuan kebudayaan.

Sebagai sebuah kerajaan besar, tentunya Tidore memiliki kain-kain yang khas, demikian menurut Ibu Anita Ghatmir, seorang wanita kelahiran Tidore yang menjalani diaspora dan tinggal di Jakarta. Keberadaan Ibu Anita di suatu wilayah ibu kota yang heterogen membawanya pada satu percakapan yang mempertanyakan apakah kain-kain yang dikenakan oleh masyarakat Tidore adalah kain khas Tidore, Pertanyaan sederhana itu menggugah kesadaran akan identitasnya dan membawanya kembali ke Tidore untuk menggali adakah kain tenun di Tidore pada masa lampau. Penelusurannya ke masa lampau inilah yang telah membawanya pada usaha menghidupkan kembali Puta Dino, tenun Tidore yang dianggapnya telah punah seratus tahun yang lalu.

Diskusi berlangsung cukup panjang, karena memang yang hadir, dari kalangan sejarawan, antropolog, dan pemerhati tenun merasa terpancing untuk mempertanyakan apakah memang ada kebudayaan menenun di Tidore pada masa lampau dan apakah kreasi tenun yang kini diangkat oleh Ngofa Tidore berakar pada masa lampau. Ataukah Puta Dino sebuah kreasi baru dari cipta, karsa, dan rasa komunitas penggiatnya.

Demikianlah, acara yang semula dijadwalkan berlangsung selama 2 jam, bertambah 30 menit. Moderator sekaligus pemandu acara, seorang kandidat Doktor Antropologi UI, Yanuardi Syukur, memang seorang akademisi yang piawai membawakan acara virtual, sehingga tidak ada satupun peserta yang meninggalkan ruang webinar sampai acara usai.

Buku ini merupakan tulisan awal yang telah memicu para akademisi lainnya untuk melakukan kajian yang lebih mendalam, demikian tercetus dari beberapa peserta webinar. Banyak hadirin yang kemudian tertarik untuk membaca buku ini. Semoga buku ini menginspirasi banyak putra daerah di Indonesia untuk juga gigih seperti Ibu Anita dalam membangun salah satu potensi kebudayaan di daerah masing-masing. Demikian juga, semoga buku ini menginspirasi peneliti kebudayaan lainnya untuk menuliskan pengalaman mendampingi para penggiat kebudayaan dalam merekam jejak mereka. Bagi yang ingin membaca buku ini, silakan menghubungi kontak di bawah ini. Salam budaya.

Press release
Rabu, 5 Agustus 2020.