Jakarta, Pakuan Pos – Setelah Pengukuhan dan Rakernas DPP KNPI agenda lanjutan adalah Kuliah Kebangsaan. Perlu diketahui bersama Dr. Ilyas Indra (Ketua Umum DPP KNPI) adalah sosok yang sangat konsen di bidang pendidikan khususnya dunia kampus. Maka dari itu proses pencerdasan pengurus KNPI dimulai dari sekarang dengan kuliah kebangsaan.

Kuliah kebangsaan I yang diselenggarakan oleh DPP KNPI di Hotel Sentral Cawang, Jakarta Timur pada Jum’at (1/7) di isi oleh  Titik Nurhayati Anggota KPU Provinsi Jawa Barat membahas tentang ” Konstitusi Hukum Pemerintahan Untuk Bekal Tokoh Pemuda menuju Pemilu 2024.

Diawal materi Titiek Nurhayati (Anggota KPU Jawa Barat) mengatakan, “sejatinya demonstrasi di Indonesia adalah sebuah hal yang lumrah, karena dahulunya saya juga suka Demo kok, eh sekarang saya yang di demo oleh para pemuda dan Mahasiswa”, ucapnya disambut gelak tawa peserta.

Jadi, ketika berbicara pemuda harus memahami terlebih dahulu tentang aturan mainnya. UU RI No. 4 tahun 2009 tentang kepemudaan berbunyi, “pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. Peran pemuda menjadi salah satu kunci lahirnya NKRI yang menjunjung tinggi nilai persatuan diatas kemajemukan bangsa Indonesia”.

Wanita berparas cantik dan enerjik ini menjelaskan, “tujuan saya membahas materi ini agar kalian semua bangun dari tempat nyaman anda. materi ini untuk membangun wawasan agar  lebih cerdas dalam berpolitik untuk lebih memahami secara mendalam serta sadar akan pentingnya diri kita sebagai generasi penerima hibah kemerderkaan. Pemahaman tentang etika politik, partisipasi, sistem pemerintahan dan peran generasi muda dalam sistem politik Indonesia pasca Reformasi serta adanya amandemen UUD ’45, merupakan materi yang harus di pahami bagi pemuda khususnya menyangkut isu aktual politik dalam negeri.

Dinamisnya pskilogi pemuda perlu di arahkan akan pentingnya kesadaran berpolitik yang merupakan salah satu tujuan dari pendidikan politik itu sendiri.

Peran pemuda dalam pemilu selain untuk mengisi kemerdekaan dan pembangunan nasional juga memahami bahwa suara yang diberikan menentukan masa depan negerinya.

Wanita berkaca mata dan anggun ini menjelaskan, “era Reformasi membuat konstitusi mengalami banyak perubahan seperti membatasi kekuasaan presiden, kekuasaan lembaga negara, menghapus lembaga yang kurang penting menggantinya dengan yang lebih baik mengikuti arus perkembangan zaman dan perlindungan HAM yang lebih jelas. tak kalah penting adalah mempertegas teori kedaulatan rakyat yang dimasukkan dalam konsep pemilu”, tegasnya.

Reformasi ’98 membawa perubahan soal desaign ketatanegaraan Indonesia Presiden dan wapres dipilih melalui pemilu secara langsung oleh rakyat (direct populer vote/ one man one vote), Check and balances antar lembaga negara eksekutif, legislatif dan yudikatif serta wujudnya kestabilan pemerintahan.

Kiblat sistem pemerintahan Indonesia menganut pada dua negara yaitu Amerika Serikat dan Inggris yang mana Negeri ratu Elizabeth ini menjadi rujukan negara yang menganut sistem parlementer dan negeri Paman Sam menjadi acuan untuk presidensiil.

Desain politik kita yang berlaku saat ini menyangkut sistem kepartaian, pemilu dan pemerintahan. Penjelasannya sistem  pemilu yang  proporsionalitas hasil pemilu, sistem kepartaian, jenis kabinet pemerintahan yang akan dibentuk (Partai tunggal atau koalisi antar partai). Sistem pemilu juga hal yang mudah di rekayasa untuk mengubah corak demokrasi yang akan dianut.

Kita pasti tau bahwa tugas dari sistem pemilu adalah terjemahan dari  jumlah suara menjadi kursi parlemen berdasarkan jumlah penduduk sebuah daerah dan sistem hitungan yang telah ditentukan. pemilu bertindak sebagai wahana penghubung yang memungkinkan rakyat menagih janji para wakilnya.

Jika melihat kondisi saat ini Indonesia menggunakan pola multipartai Dalam sistem proporsional, ada kemungkinan penggabungan partai (koalisi) untuk memperoleh kursi. Pola Proporsional disebut juga sistem perwakilan berimbang atau multi member constituenty.

Terdapat dua jenis item di dalam sistem proporsional yaitu proporsional terbuka dan proporsional tertutup. Sistem proporsional terbuka adalah sistem pemilu di mana konstituen memiih langsung jagoannya di legislatif.

Dasar hukum pemilu kita ada di Pasal 1 ayat (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 6, Pasal 6A, Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22C ayat (1), dan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dan yang tak kalah penting  untuk saat ini adalah  pemilu 2019 diatur dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang pemilu.

“Intinya tujuan Pemilu adalah memilih wakil rakyat yang disebut pejabat negara diantaranya Anggota DPR, DPD, DPRD(Provinsi/Kabupaten/kota), presiden, wakil presiden dan  kepala daerah”.

Berkaca pada pemilu 2019 sistem pemilu negara kita menggunakan proporsional terbuka untuk anggota DPR dan DPRD, sistem distrik berwakil banyak untuk memilih anggota DPD, sistem dua putaran memilih presiden dan wapres. Sistem kepartaian Moderate multy party sistem dan dual Party System (Partai pemenang dan partai kalah dalam pilpres), ucap mantan aktivis wanita ini.

Yang perlu dipahami untuk sistem pemilu DPR 2019, formula pemilihan menggunakan Parliamentary Treshold 3,5%  dari Suara sah nasional.  Pencalonan kursi menggunakan metode Devisor Saint League dengan faktor pembagian angka (1,3,5,7,9) penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak. yang mekanisme pencalonannya oleh parpol disusun berdasarkan no urut, untuk alokasi suara di provinsi, kabupaten /kota atau gabungan dengan memperebutkan 3-10 kursi dan memperebutkan 575 kursi DPR seluruh Indonesia.

Untuk DPRD tetap sama hanya kursinya saja lebih banyak untuk provinsi 35-100, kabupaten/kota 20 -50 kursi dan DPD berbeda dari keduanya, dengan peserta pemilu perseorangan dengan formula pemilihan peringkat 1-4 suara terbanyak, alokasi perprovinsi adalah 4, dengan mekanisme pencalonan serta dukungan 1000-5000 pemilih berdasarkan jumlah penduduk dan harus tersebar minimal 50 persen jumlah kabupaten/kota di provinsi, metode one man one vote memperebutkan 132 kursi seluruh Indonesia.

Pemilihan presiden dan wakil presiden, formula pemilihannya mendapatkan suara lebih dari 50% jumlah suara sah secara nasional, perolehan suara tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia. Dan perolehan suara minimal 20% suara ditiap provinsi (Mayoritas absolut).

Jika tidak mencapai mayoritas absolut, maka dua pasang calon yang memperoleh suara terbanyak peringkat I dan II dalam pemilu presiden untuk putaran pertama berhak maju lagi. Dalam putaran kedua dan pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak dinyatakan terpilih.

Jadi, hasil pemilu 2019 untuk kursi  DPR partai politik yang lolos Parliamentary Treshold dengan total suara sah  nasional 139.970.810 suara. Parliamentary Tresholdnya = 5.598.832 Dengan jumlah kursi DPR 575.

Parpol yang lolos dengan dengan total suara dan jumlah kursi.PDIP dengan total suara 27.053.961 suara mendapatkan 128 kursi di DPR, Partai Golkar 17.229.789 suara mendapat 85 kursi, Gerindra 17.594.839 mendapat 78 kursi, Nasdem dengan suara 12.661.792 suara dengan 59 kursi, PKB dengan 13.570.097 dengan 58 kursi, Demokrat dengan suara 10.876.057 suara dengan 54 kursi, PKS mendapat suara 11.493.663 dengan 50 kursi, PAN 9.572.623 suara kursi 44, PPP 6.323.127 dengan 19 kursi.

Mantan aktivis ini menyimpulkan, Pelajaran pemilu tahun 2019 paling unik dan berbeda dan berbeda dari pemilu sebelumnya yang mana lawan politik masuk kabinet menjadi menteri, sistem politik pemerintahan presidensial dengan multi partai. Intinya pilpres 2019 menjadi tafsir absolut yaitu “tidak ada kawan dan lawan yang abadi dalam politik”, lawan dalam pemilu DPR dan Koalisi di pemerintahan.

Selanjutnya, konsolidasi demokrasi di Indonesia, desaign konstitusinya dengan sistem pemilu DPR proporsional maka realitas politik yang terjadi sistem kepartaian menjadi multi partai ekstrem. Sistem pemilu presiden (Mayoritas) realitas politik yang terjadi partai pemenang dan partai opisisi, permasalahannya adalah sistem proporsional tidak cocok dengan system presidensial.

Solusinya adalah sistem gabungan partai (koalisi). Koalisi sebelum pilpres untuk pencalonan dan koalisi setelah pemilu presiden untuk membentuk pemerintahan. Jadi, dengan desaign sistem Presidensial saat ini realita politiknya sistem presidensial berwajah parlementer (presidensial semi parlementer).

Untuk agenda demokrasi konsolidasi lanjutan adalah perekayasaan sistem pemilu (Electoral Enginering) dan kemungkinan adanya perubahan konstitusi yang saat ini ramai digaungkan di publik, tutup Titiek. (Asw)