Bogor, Pakuan pos – Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor kembali mengusulkan anggaran sebesar Rp30 miliar yang berasal dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk merevitalisasi kawasan Suryakencana, Kecamatan Bogor Tengah.

Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Rudi Mashudi mengatakan bahwa revitalisasi kawasan Suryakencana sudah memliki Detail Engineering Desaign (DED) dan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) serta revisi Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

“Kawasan Suryakencana memang menjadi fokus Pak Wali. Karena seperti kita ketahui bersama bahwa area itu sebelumnya semrawut dan kehilangan karakter khasnya, sehingga berimbas kepada penurunan bangkitan pariwisata,” ujar Rudi kepada wartawan, Senin (14/12).

Menurut dia, terdapat tujuh koridor yang akan direvitalisasi pada kawasan Suryakencana, diantaranya Gang Aut, Jalan Roda, Lawang Saketeng, Jalan Pedati dan beberapa gang yang ada di area tersebut.

“Konsepnya adalah pengembangan kawasan ekonomi dan pariwisata serta menguatkan karakter heritage Pecinan Suryakencana dan jaringan Kota Pusaka. Selain itu area tersebut adalah kawasan strategis,” ucap Rudi.

Sebenarnya, kata Rudi, revitalisasi tujuh koridor Suryakencana mestinya dilaksanakan pada 2020, berbarengan dengan pelebaran Jembatan Otista yang anggarannya berasal dari Bantuan Provinsi (Banprov) Jawa Barat. Namun, lantaran adanya refocusing anggaran akibat pandemi Covid-19, bantuan dana itu batal dikucurkan.

“Makanya kami mengajukannya melalui PEN. Tapi hasil ekspose dengan DPRD pada Minggu (13/12) belum ditindaklanjuti karena kondisinya tak memungkinkan. Bu sekda positif, dan sekretariat daerah pun ditutup sementara, jadi tak ada yang menginisiasi,” jelasnya.

Sementara untuk pembangunan Jembatan Sempur. Rudi mengaku bahwa proyek tersebut merupakan usulan baru dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).

Saat disinggung mengapa Pemkot Bogor tak sebaiknya fokus membangun kota dari pinggiran. Rudi menegaskan bahwa pembangunan di batas kota sudah mulai dilakukan pemerintah, salah satunya dengan program Benah Kampung.

“Benah Kampung adalah program tahun 2021. Jadi dalam Musrenbang, tiap kelurahan diminta untuk melakukan perbaikan infrastruktur yang dikolaborasi dengan pendekatan kultur serta aktor (tokoh masyarakat). Banyaknya sampah di drainase atau sungai yang menyebabkan banjir bukan karena pemerintah tidak menyiapkan infrastruktur, tetapi lebih kepada kultur warga. Makanya nanti akan ada edukasi dari Disdik, Kesbangpol, DPMPPA, Dispora dan DLH. Kemudian akan didorong agar tokoh masyarakat mampu menggerakan perubahan budaya,” papar Rudi.

Sementara itu, Anggota Badan Anggaran DPRD, Mahpudi Ismail mengatakan bahwa pada dasarnya pihaknya tidak mempersoalkan langkah pemkot berutang untuk pembangunan Blok I serta IV RSUD, Jembatan Otista dan Sempur. Sebab, ketiganya memang mempunyai imbas langsung kepada masyarakat. Namun, ketika revitalisasi kawasan Suryakencana kembali dimunculkan, hal itu menyebabkan tanda tanya besar bagi DPRD.

“Kami bingung. Kenapa tiap tahun pemkot fokus membangun kawasan itu, dan anggarannya pun besar. Padahal, masih banyak kegiatan lain yang mestinya menjadi prioritas. Memang ada apa sih dengan Suryakencana?,” ungkap politisi Gerindra itu.

Ia menilai bahwa langkah pemkot tersebut tidak memberikan rasa keadilan bagi masyarakat Kota Bogor, dan berpotensi menyebabkan kecemburuan diantara warga. Sebab, wilayah Kota Hujan bukan hanya Suryakencana saja.

“Secara pribadi saya amat tidak setuju dengan pemkot perihal revitalisasi Suryakencana. Masih banyak daerah pinggir kota yang butuh intervensi pemerintah perihal layanan pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan lain sebagainya. Apalagi di tengah pandemi, dimana beberapa pembangunan infrastruktur wilayah ikut tersendat,” papar Mahpudi.

Kata Mahpudi, apabila pemerintah berdalih revitalisasi Suryakencana untuk menguatkan karakter heritage lantaran di kawasan itu banyak Bangunan Cagar Budaya (BCB) demi mendongkrak pariwisata. Daerah lain di Kota Bogor pun memiliki BCB, yang juga mesti diperhatikan.

“Kalau bicara untuk mendongkrak pariwisata, kenapa pemerintah nggak fokus kepada wilayah-wilayah yang punya potensi wisata? Kenapa hanya fokus lagi di Suryakencana? Jangan terlalu menganakemaskan daerah itu. Jangan membuat masyarakat bertanya-tanya yang akhirnya menyebabkan kecemburuan,” tanya dia.

Sebelumnya, DPRD Kota Bogor tidak memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk mengajukan pinjaman dana melaluo Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp494.858.479.708.

“Secara prinsip DPRD tidak merekomendasikan pemkot mengajukan utang mengingat hal itu memberatkan APBD selama 8 tahuj kedepan,” ujar Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto.

Namun, kata Atang, lantaran adanya Omnibus Law dan Permenkeu Nomor 179/PMK.07/2020, pemkot tak butuh lagi persetujuan DPRD untuk melayangkan pinjaman.

“Pemkot mengajukan pinjaman itu untuk empat proyek besar, yakni revitalisasi Blok 1 serta IV senilai Rp255.259.279.308, pembangunan Jembatan Otista sebesar Rp125 miliar, Jembatan Sempur Rp70 miliar dan revitalisasi kawasan Suryakencana Rp30 miliar,” ungkap Atang.

Menurut dia, DPRD menyetujui pemkot untuk merevitalisasi RSUD dan membangun Jembatan Otista. Tetapi, khusus jembatan itu angka Rp125 miliar tidak logis. Sebab, pada awalnya pemkot mengajukan bantuan provinsi (banprov) Jawa Barat senilai Rp40 miliar.

“Kalau pun ditambah untuk pembangunan tembok penahan tanah (TPT) di sekelilingnya, seharusnya maksimal nominalnya di Rp50 miliar hingga Rp60 miliar. Sedangkan untuk Jembatan Semour dan revitalisasi Suryakencana, itu belum prioritas,” kata politisi PKS itu.

Saat disinggung mengapa setiap tahun kawasan Suryakencana selalu dijadikan prioritas. Atang mengaku tidak mengetahui secara pasti alasan pemkot mengenai hal tersebut. “Saya juga nggak tahu. Kenapa anggaran Rp30 miliar itu bukan dibuat gedung parkir, tapi malah ke segi estetika. Sementara di daerah pinggiran, permasalahan banjir belum juga diatasi,” katanya.

Kata Atang, pinjaman yang paling logis bagi Pemkot Bogor adalah Rp250 miliar hingga Rp300 miliar lantaran pemerintah hanya berkewajiban mencicil Rp50 miliar per tahun yang dipotong dari Dana Alokasi Umum (DAU) selama enam tahun. Sementara bila di angka Rp494.858.479.708, DAU akan dipotong Rp83 miliar.

“Kemudian dari sisi teknis pelaksanaan proyek RSUD dan Jembatan Otista jangan sampai sulit untuk dilakukan pembangunannya. Sebab dalam Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 bahwa pembangunan yang menggunakan dana pinjaman mesti dilakukan multiyears,” jelasnya.

Atang pun meminta agar dalam pembangunan kedua proyek itu tak boleh ada penyimpangan. “Akan disayangkan bila dana dari utang tetapi disimpangkan,” ucapnya. (FK)