Hamid Manitu, S.Sos (Ketua DKD Kom-Nas PAN Kota Ambon)
Maluku, News Warta Publik–Berita tentang tindakan sewenang-wenang perusahaan pengelola tambang di Pulau Wetar Maluku Barat Daya (baca : Perusahaan Tambang Di Wetar Berulah, Kapolri Diminta Perintahkan Polres MBD Usut Tuntas) yang ditayangkan media ini pada edisi Sabtu (1/12) bagai menghentak berbagai kalangan. Koordinator Divisi Advokasi Hukum & HAM pada Lembaga Study Kebijakan Publik (eLSKaP), Bansa Angkotasan SH mendesak Kapolri Jenderal Tito Karnavian memerintahkan Kapolda Maluku Irjen Pol Royke Lumowa segera mengusut tuntas peristiwa ini dengan lebih dahulu menurunkan Tim untuk melakukan investigasi yang komprehensif. Agar hasilnya kredibel dan tidak diragukan publik, maka idealnya, menurut dia, turunnya Tim Polri seyogianya melibatkan pula DPRD Provinsi Maluku dan Komisi Nasional HAM bersama Universitas Pattimura dan Majelis Latupatih yang merupakan Dewan Adat Tertinggi di Maluku. Jika terbukti benar telah terjadi penggusuran pada lahan hak-adat ini dalam hal perusahaan belum memenuhi kewajibannya bagi Pemilik-Lahan menurut perjanjian yang sudah dibuat sebelumnya, itu berarti benar ada kekerasan terhadap barang sebagaimana dilarang pada psl 170 KUHP oleh karena itu barang siapa yang melakukan dan barang siapa yang menyuruh atau pun membantu melakukan semuanya harus ditindak tegas.
Angkotasan ditemui dikediamannya di bilangan Tanah Rata Batumerah Kota Ambon Senin (3/12) oleh Munir Akhmad dari media ini bersama Udin Waliulu dari www.kabarhukum.com. Saat dimintai komentarnya mengenai kabar penggusuran lahan hak-adat milik Zacharias Masrani di Desa Lurang Pulau Wetar, dia dengan ekspresi marah mengatakan : ”sebagai bagian dari anak-adat di Maluku saya benar-benar marah sebab tindakan itu sama artinya perusahaan sama sekali tidak menghargai nilai-nilai adat dan hukum adat di daerah ini yang sampai sekarang masih tetap dianggap sebagai produk leluhur yang sakral. Perbuatan semacam ini menurut saya tidak dapat dibenarkan dan oleh karena itu tidak boleh dibiarkan seakan-akan bukan kesalahan, sebab hal ini benar-benar terasa sebagai pelecehan terhadap kewibawaan adat di negeri ini. Apalagi kewajiban perusahaan terhadap pemilik lahan sesuai apa yang diperjanjikan belum juga dipenuhi, mereka sudah buru-buru melakukan penggusuran hingga menghancurkan tanah dan tanaman-tanaman yang didalamnya terdapat pohon-pohon kayu-besi”.
Dia mengaku telah membaca berita tentang peristiwa tersebut pada media ini, yang memuat komentar Oyang Orlando Petrusz, seorang tokoh adat Pulau Kisar Maluku Barat Daya. Tetapi katanya, dari pemberitaan sejumlah media sebelum ini, justru sudah lama terungkap perusahaan pengelola plat-tembaga ini sudah sekian lama melakukan kegiatan eksploitasi tanpa ada efek positif yang signifikan bagi masyarakat. Pemilik lahan tak jarang dibuat kecewa, pendapatan masyarakat belum mengalami peningkatan yang signifikan, begitu pula recruitment karyawan tak ada konsesi cukup bagi tenaga kerja lokal yang berasal dari Maluku Barat Daya (MBD) apalagi Maluku. Padahal, tandasnya, sejak sekian lama ini tentu tidak sedikit keuntungan materiil yang sudah diraih oleh pihak perusahaan, sebaliknya kita malah tidak tahu sama sekali, kira-kira sampai seberapa jauh alam pulau Wetar sudah terkuras. Lagi pula, kata Angkotasan lagi, sampai sekarang aktivitas penambangan di ujung selatan Maluku ini tidak pernah dipublikasi.
Kalau hal ini terus dibiarkan, kelak pemilik-lahan bersama masyarakat lokal tidak memperoleh apa-apa kecuali pada akhirnya kelak hanya menyaksikan alam dan lingkungan yang rusak porak-poranda entah tanah dan hutan mau pun air kali dan sungai. sebagaimana bekas-bekas aktivitas penambangan di daerah-daerah lain.
Senada dengan Angkotasan, tanggapan keras datang pula dari Hamid Manitu, S.Sos, Ketua DKD Komite Nasional Penyelamat Asset Negara (Kom-Nas PAN) Kota Ambon. “Kalau modelnya seperti itu, berarti pihak perusahaan hanya mau mengeruk keuntungan saja tetapi tidak mau peduli sama sekali dengan nilai-nilai kemanusiaan serta nilai-nilai tata-krama menurut sistem adat-istiadat dan budaya lokal, yang bagi masyarakat di Maluku khususnya kalangan penduduk-asli sampai sekarang masih tetap dijunjung tinggi”, katanya. Manitu juga mengaku, sebagai anak-adat di daerah ini dirinya merasa ikut terluka gara-gara sepak-terjang perusahaan seperti itu, dan oleh karena itu dia juga ikut mendesak Kapolri agar memerintahkan jajarannya di daerah ini segera mengusut kasus penggusuran tersebut hingga tuntas. Tindakan semacam ini, tandas alumni Suskapin Menwa dari Yon Mahamaku Maluku ini, sudah tergolong perbuatan sewenang-wenang dan melawan hukum karena peruahaan melakukan penggusuran sebelum memenuhi syarat-syarat yang mesti lebih dahulu dipenuhinya kepada pemilik-lahan sesuai perjanjian kedua-belah pihak. Oleh karena itu pihak Kepolisian diharapkan bertindak cepat mengusut semua pihak yang terlibat tidak soal apakah karyawan biasa atau pun petinggi perusahaan. Selain itu dia juga meminta Majelis Latupatih Maluku sebagai Dewan Adat Tertinggi di daerah ini agar mau menyikapi kasus ini secara konsisten dengan menempatkannya sebagai agenda khusus jangan sampai menimbulkan preseden buruk, yang kelak dilakukan lagi oleh perusahaan-perusahaan lain di kemudian hari entah di Wetar, Romang, Moa, Sermatang, Babar, Yamdena, Aru, Buru atau di Seram dan lain-lain.
Kecuali himbauannya kepada pejabat instansi berwenang, dia berjanji akan berkoordinasi dengan DPW Kom-Nas PAN Maluku untuk menurunkan Tim melakukan investigasi lapangan dengan datang langsung ke lokasi di Pulau Wetar. Karena lahan Pulau Wetar adalah bagian integral dari asset negara yang perlu diselamatkan dari eksploitasi sewenang-wenang jangan sampai malah menimbulkan dampak buruk bagi kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup di kemudian hari, tandas Manitu mengakhiri pembicaraan.[ Red ]
Kontributor by Munir Achmad
News Warta Publik