Pakuan pos – Carut-marutnya PPDB Kota Bogor menjadi perhatian publik, namun yang disayangkan informasi yang disampaikan kepada publik remang-remang tidak jelas. Artinya, pemahamam dan penerapan UURI No.14 Tahun 2008 Tentang KIP dan UURI No.25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik,dan UURi No.28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih.

Seharusnya Undang-undang diatas menjadi landasan agar terciptanya persamaan hak dihadapan hukum, transparansi, akuntabilitas, berkeadilan sesuai dengan Pancasila dan mengimplementasikan amanat UUD 1945, dan UURI No.20 Tahun 2003 Tentang Sikdisnas.

Ketika Kota Bogor menerakan kebijakan gabungan diantara Zonasi dan Nilai Hasil Ujian National, maka hitung-hitungannya seperti apa publik tidak paham. Contoh; Rico Tri Atmaja bertempat tinggal di Kelurahan Menteng mendaftarkan ke SPMN 6 dengan nilai NUN 244, 38 tidak diterima. Sebelumnya orang tuanya yakin bahwa Zonasi adalah solusi sesuai dengan Permendikbud No. 51, namun faktanya Zonasi hanya menjadi variabel pelengkap dan akhirnya NUN yang menentukan.

Hal yang perlu dipertanyakan dalam pengumuman diterima dan tidaknya publik tidak mengetahui alamat siswa yang diterima di sekolah-masing, sehingga disini tidak adanya transparansi. Lebih jauh yang menjadi pertanyaan apakah yang menggunakan domisili hanya meminjam alamat, sementara hanya untuk kepentingan masuk sekolah dan dari itu Disdik Kota Bogor terkai masalah ini harus melakukan investigasi sekaligus melibatkan publik untuk menciptakan Good Governance dan Clean Government.

Jamal Nasir,
Ketua Umum
LSM MRB