Seringkali kata “kebaikan” dan “kebenaran” dipergunakan banyak orang dalam berbagai momentum dakwah atau ajakan agar orang hidup lebih baik atau lebih benar. Kalimat seoerti ini seringkali kita pakai dalam banyak momen: “Mari sebarkan kebaikan dan kebenaran’.” Atau, “untuk dan demi kebaikan hidup.”

Bahkan saya pernah melihat ada sebuah warung di suatu tempat ditempel spanduk: “warung kebaikan hidup. ”

Seolah kata “kebaikan ” dan “kebenaran” bermakna suatu obyek yang baik. Bahkan bisa jadi dianggap punya arti kebih sempurna dari arti baik dan benar itu sendiri.

Coba perhatikan: kebaikan berasal dari kata dasar “baik,” kemudian diberi imbuhan “ke” dan “an,” jadi “kebaikan.” ini juga berlaku untuk kata “benar” dan “kebenaran.”

Bandingkan dengan beberapa kata ini: “banjir,” “bagus,” “lewat”. Jika kata “banjir” diberi imbuhan “ke” dan “an,” jadi “kebanjiran.” Artinya banjir yang melebihi, atau banjir yang lebih dari ukuran.

Atau kata “bagus” diberi imbuhan “ke” dan “an,” jadi “kebagusan”, artinya kelewat bagus alias kurang bagus.

Kata dasar “lewat” diberi imbuhan “ke” dan ‘an,” jadi “kelewatan”. Artinya melewati batas, kurang wajar atau di luar batas. Dengan kata lain, kata tersebut punya arti berkonotasi negatif.

Nah begitu juga dengan kata “kebaikan,” dan “kebenaran” itu artinya baik dan benar yang kelewat. Atau sikap baik dan benar yang melampaui batas. Alias kurang baik dan kurang benar .

Sampai disini pasti banyak orang sulit menerima deskripsi saya di atas. Karena kebanyakan orang sudah terbiasa memahami dan mempersepsikan kata tersebut dengan konotasi positif yang berlangsung puluhan bahkan mungkin ratusan tahun. Hingga kini saya belum menemukan ahli bahasa yang menguraikan kata kebaikan dan kebenaran di luar makna positif.

Baiklah mari kita uraikan.

Kata “baik” dan “benar ” adalah sifat baik secara apa adanya. Setiap hal yang baik harus kita pelihara. Bahkan saya punya motto hidup, yang terbaik dan terbenar harus disebar agar tumbuh banyak pohon penghasil buah kehidupan yang baik.

Namun demikian, secara spritual apakah manusia memiliki kemampuan dan hak untuk merumuskan sifat baik dan benar dalam dirinya menjadi kata benda, seperti halnya yang diidentifikasi dalam kata “kebaikan” dan “kebenaran?”

Ya, mulai bingung kan!? Baiklah.

Kata “baik” dan “benar adalah kata sifat. Kata sifat yang melekat pada manusia adalah tentatif. “Baik” dan “benar” bisa mempunyai interpretasi variatif tergantung sudut pandang dan nilai- nilai budaya yang melatarbelakangi.

Maka, biarkan sifat “baik” sebagaimana juga sifat “benar” berkembang, jangan dihentikan dengan memenjarakannya di balik jeruji kata benda “kebaikan” dan “kebenaran” buatan manusia.

“Kebaikan” dan “Kebenaran” sebagai kata benda hanya milik Sang Maha Baik dan Maha Benar.

Semua mahlukNya hanya bisa sedikit saja memiliki sifat baik dan sifat benar dariNya .

Karena itu, ketika orang merasa bisa memiliki “kebaikan ” dan “kebenaran,” menjadi berlebihan dan jatuhnya tidak baik dan tidak benar.

Sikap sombong manusia lah yang seolah mampu memiliki kata benda “kebaikan “dan “kebenaran.”

Oleh: Uten S
Wassalam,
Get the ferling. Mei, 2019