KH Tubagus Asyari, Pendiri Pesantren Bakom Kiai Kharismatik

    0
    2406

    Bogor, News Warta Publik KH. Tubagus Asyari atau lebih dikenal dengan sebutan Mama Bakom merupakan salah seorang kiai kharismatik Bogor berdarah Banten yang sangat mendalam pengaruhnya di kalangan masyarakat. Ribuan murid telah dilahirkan oleh ketulusan dan keikhlasannya mendidik dan membimbing hingga mengabdi di masyarakat selama masa hidupnya. Kiai penganut Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah ini telah memulai syiar Islam di Bogor sejak lama, terutama sejak kedatangannya di Bogor, tempat ia berkiprah hingga akhir hayatnya. Hidupnya telah disumbangsihkan untuk membimbing, mendidik dan membina umat melalui berbagai kegiatan keagamaan khususnya melalui tabligh, pesantren, dan majelis-majelis ilmu.

    Tidak diketahui secara pasti kapan KH. Asyari dilahirkan. Namun berdasarkan keterangan dari salah seorang keturunannya, KH.Tubagus Kholidi, diperoleh keterangan bahwa KH. Tubagus Asyari hidup dalam satu kurun dengan KH.Bakri Plered (ulama besar Purwakarta) dan KH. Asnawi Caringin Banten (lahir 1850-an). Kedua kiai terkemuka tersebut mengalami masa kebersamaan dengan KH. Asyari pada saat belajar menuntut ilmu di Mekkah kepada Syekh Nawawi al-Bantany.

    Secara garis keturunan, silsilah beliau secara berurutan terdiri dari KH. Asyari bin KH. Khalif bin KH. Mas Sajidin bin KH. Mas Majid bin KH. Mas Sya`ban bin KH. Mukhsin bin KH. Mas Jami bin Nyai Mas Basmi bin KH. Mas Singa bin KH. Mas Qodir bin KH. Mas Asma bin Nyai Mas Gandagan bin KH. Kadu Hejo Waliputih Kartapura. Berdasarkan riwayat yang dibacakan salah seorang keturunan lainnya yakni KH. Tubagus Oha atau lebih dikenal dengan sebutan Mama Oha pada pembacaan Manakib KH. Tubagus Asyari di acara Haul-nyadisebutkan bahwa KH. Kadu Hejo adalah putra Raden Ahmad Baladir bin Ahmad Jalaluddin bin Raden Paku Ainul Yaqin atau dikenal dengan Sunan Giri.

    Ayahnya, KH. Khalif berasal dari Serang yang kemudian hijrah ke Pandeglang, tepatnya di Nembol, daerah asal ibunya. Adapun silsilah keturunan ibu KH. Tubagus Asyari dari pihak ibu adalah sebagai berikut: KH. Asyari bin Nyai Mas Hamami binti Nyai Sanikah binti KH. Soleh bin KH. Yakub bin KH. Kalani bin KH. Suramarto bin Nyilihan Mardi binti KH. Jatim bin KH. Lanang bin Nyilihan Manis bin Nyilihan Markadi bin Nyilihan Marwi bin KH Noyeh lan Ki Birahi bin Dalem Nyihung bin Sunan Jamu Dipa bin Prabu Anggalarang (Raja Padjajaran). Dalem Nyihung sendiri merupakan saudara Maulana Syarif Hidayatullah.

    Sedangkan silsilah keturunan ibu KH. Asyari dari pihak ayah secara berurutan terdiri dari KH. Asyari bin Nyai Mas Kamami binti Kiai Mas Suma bin Kiai Ahmad bin Sudiksa bin Suntama bin Kusuma bin Pangeran Jaketra Pangeran Mulyapada Dalem Gede Wanagiri Kanglinggiing Ingangke bin Sunan Gunung Jati bin Raden Abdullah bin Ali Nurul Alam bin Jamaluddin Qubro.

    Terkait dengan figur Dalem Nyihung sebagaimana disinggung di atas, Maulana Syarif Hidayatullah pernah berpesan kepada putranya yakni Maulana Hasanuddin agar membantu saudaranya di Banten yakni Dalem Nyihung yang aktif melaksanakan syiar Islam dan mengislamkan para jawara di sana. Kemudian Maulana Hasanuddin berangkat ke Banten dari Cirebon dengan didampingi oleh Ki Mas Jong dan Ki Agus Jong, dan sesuai amanat dan perintah ayahnya, Maulana Hasanuddin membantu Dalem Nyihung untuk melakukan syiar Islam di Banten.

    Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa secara garis keturunan, KH. Tubagus Asyari merupakan keturunan kiai dan bangsawan baik dari pihak ayah maupun pihak ibu. Namun demikian hal tersebut tidak membuat KH. Tubagus Asyari berbangga hati dan bersikap takabur. Sikap sikap inilah yang diwariskan KH. Tubagus Asyari kepada keturunannya sebagaimana dituturkan salah seorang keturunannya yakni KH. Tubagus Kholidi yang kini memimpin Pesantren Ar-Rohmah di Bakom dan sering memberikan ceramah di berbagai masjid dan majlis ta’lim di Bogor dan sekitarnya: “Ulah ngarasa boga turunan hade,justeru kudu ngajaga kahadean akhlak turunan.” (Jangan merasa memiliki garis keturunan yang bagus, justeru harus menjaga kemuliaan akhlak leluhur yang

    melahirkannya). Mendirikan kemuliaan akhlak ini merupakansikap yang harus senantiasa dipegang oleh keturunannya, keluarga besar Pesantren Bakom.

    Garis keturunan dan kiprah para leluhurnya yang konsisten dalam melaksanakan ajaran Islam dan melaksanakan kiprahnya di masyarakat inilah yang selalu menginspirasi KH. Tubagus Asyari dalam kesehariannya.

    Mengenai latar belakang pendidikan KH. Tubagus Asyari, sejak kecil ia mendapatkan pendidikan dan bimbingan keislaman dari ayahnya. Selanjutnya beliau diberangkatkan oleh ayahnya untuk belajar ke Surabaya. Setibanya di pesantren di Surabaya, KH. Tubagus Asyari kemudian dititipkan oleh KH. Khalif kepada pimpinan pesantren di sana.

    Di Mekkah, KH. Tubagus Asyari belajar langsung di bawah bimbingan Syekh Nawawi al-Bantany. Pada saat berada di Mekkah, KH. Tubagus Asyari belajar kepada Syekh Nawawi al-Bantany dalam bidang Tarekat dan Ilmu Fiqhdan berguru kepada kiai masyhur lainnya yang berasal dari Nusantara yakni Syekh Kholil Bangkalan.

    Selanjutnya, sehubungan dengan riwayat pernikahannya, pada saat berada di Mekkah KH. Tubagus Asyari didatangi oleh KH. Muhiyan yang memiliki seorang putri bernama Eko yang kelak dinikahkan dengan KH. Tubagus Asyari. KH. Muhiyan kemudian menceritakan maksud kedatangannya menemui KH. Tubagus Asyari kepada Syekh Nawawi al-Bantany. Akhirnya di sana dinikahkanlah KH.Asyari dengan putrinyaKH. Muhiyan. Alasan KH. Muhiyan menikahkan putrinya dengan KH. Tubagus Asyari dikarenakan keinginan besarnya memiliki menantu yang fasih dalam keilmuan Islam, dan KH. Muhiyan mendapatkan kabar bahwa KH. Asyari adalah seorang santri yang tepat untuk menjadi pendamping putrinya. Faktor itulah yang mendorong KH. Muhiyan pergi ke Mekkah untuk mengutarakan keinginannya hingga terwujud atas restu dari Syekh Nawawi al-Bantany yang juga hadir dalam pernikahan tersebut. Setelah pernikahan tersebut, KH. Tubagus Asyari kemudian pulang ke Indonesia.

    Setelah kepulangannya dari Mekkah, KH. Tubagus Asyari kemudian mendirikan pesantren di daerah Cibeureum, Cisarua, Bogor, tempat di mana istrinya tinggal dan menetap. Di Cibeureum, KH. Tubagus Asyari tinggal dan menetap cukup lama sebelum pindah ke daerah Bakom.

    Pendirian pesantren di Cibeureum mendapat hambatan dari pihak Belanda yang hanya mengizinkan pendirian pesantren dengan persyaratan membayar upeti. Namun KH. Asyari memiliki pendirian yang kokoh dengan menolak secara tegas peraturan Belanda tersebut. Hal ini mendorongnya berpindah ke daerah Cilember.

    Pada saat berada di Cilember, Belanda kembali bertindak sewenang-wenang dengan memberlakukan kerja paksa kepada masyarakat termasuk kepada para santri yang sedang belajar di bawah bimbingan KH. Tubagus Asyari. Mereka dipekerjakan dalam program pembangunan jalan menuju puncak. Kondisi ini pula yang kemudian mendorong KH. Asyari untuk berpindah bersama para santrinya ke daerah lain dengan mengutus putra tertuanya yakni KH. Syarkowi yang berhasil menemukan lokasi di daerah Bakom, tempat ia menetap hingga wafatnya. Seiring waktu, keprihatinan KH. Tubagus Asyari terhadap situasi sosial masyarakat akibat praktik kolonialisme yang menyebabkan masyarakat dalam situasi penindasan mendorong KH. Tubagus Asyari turut serta dalam gerakan perlawanan menentang kolonialisme Belanda.

    Mengenai daerah Bakom yang terletak di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor diperoleh keterangan menarik, yakni mengenai pengertian Bakom yang telah dikenal luas. Setidaknya ada dua pengertian: Bakom berasal dari kata “Leuweung Bukmu” atau Hutan Bisu sebagai perlambang kebersahajaan, dan ketawadluan. Keterangan lain menyebutkan bahwa kata Bakom berasal dari kata “Bakna Elmu” yang berarti Kolam Ilmu.

    Dari pesantren Bakom ini pula telah lahir ribuan alumni yang selanjutnya sebagian besar melanjutkan kiprah KH. Asyari dalam melakukan pendidikan dan bimbingan keislaman kepada para santri dan umat. Hal ini tidak lepas dari keilmuan, kesalehan, dan keikhlasan KH. Tubagus Asyari dalam mendidik para santri dan umat.

    Selama hidup dan setelah KH. Tubagus Asyari wafat, tidak sedikit masyarakat yang memberi gelar Waliyullah A

    l-Asyari kepadanya. Tentu gelar ini bukan tanpa alasan. Banyak faktor yang mendorong masyarakat secara sadar memberikan gelar semacam itu. Pada umumnya orang yang menyandang gelar wali mendapatkan kedudukan yang penting dalam sistem kemasyarakatan Islam, baik karena kualitas spiritual mereka maupun karena peran sosial yang mereka perankan.

    Selanjutnya, untuk mengenang kiprah KH. Asyari yang wafat pada tahun 1319 H maka pihak keluarga besar Bakom, keturunan KH. Tubagus Asyari menyelenggarakan acara Haul yang rutin diselenggarakan setiap tahunnya.

    Haul diisi dengan kegiatan berziarah ke makam shohibul haul, dzikir, membaca tahlil, dan berdoa untuk shohibul haul. Selain bertujuan mendoakan shohibul haul, peringatan haul ini juga sarat dengan manfaat bagi masyarakat umum dan generasi penerus para kiai, diantaranya : Pertama, meneguhkan perasaan cinta santri dan masyarakat sekitarnya atas peran dan akhlak dari shohibul haul. Pada konteks ini, terutama bagi santri-santri, menghadiri haulnya kiai sama artinya dengan meneguhkan silsilah atau mata rantai keilmuan. Kedua, sebagai ajang silaturahim bagi santri dan para alumni. Sehingga, masing-masing alumni bisa saling bertukar pikiran dan pengalaman dalam kaitan perjuangan menyebarkan ilmu di daerahnya masing-masing. Ketiga, mempererat hubungan batin antar alumni dan antara alumni dengan badal atau wakil-wakil kiai, yang umumnya adalah putra-putra kiai sendiri atau kerabat dekatnya.Keempat, pentingnya keteladanan.

    Setiap acara haul, sebetulnya secara tersirat mengingatkan kembali kepada figur dan prestasi yang disandang shohibul haul yang bisa dijadikan acuan keteladanan bagi generasi-generasi berikutnya. Kelima, sebagai media dakwah kepada masyarakat umum dan pembekalan bagi santri dan alumni. Karena pada umumnya, di antara rangkaian acara peringatan haul ada mauidzoh hasanah. Isinya jelas, yaitu selain menceritakan perjuangan dan kebaikan shohibul haul agar diteladani, amar ma’ruf nahi munkar dan pembekalan bagi generasi muda dalam meneruskan estafet dakwah para kiai sepuh.[ Red ]

     

    Reporter by Andy Djava
    News warta Publik

    Berbagai sumber