Bekasi, Pakuan Pos – Hutan Mangrove hilang, abrasi menyerang di Muara Gembong. Semangat dan gotong royong pun digelorakan sebagai bentuk usaha mengembalikan keharmonisan alam.

40 orang dari Jakarta, Bandung, Bogor, dan Tangerang berkumpul di Kampung Beting, Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi pada Sabtu, 16 Juli 2022 untuk menanam Mangrove. Mereka bergabung dengan masyarakat lokal.

Kedatangan ke 40 orang ini menandai secara simbolis penanaman 10 ribu pohon Mangrove di Muara Gembong yang digelar oleh Canimount (Pencinta Alam SMA Canisius, Jakarta), Perkumpulan Alumni Kolese Kanisius Jakarta (PAKKJ), Solahart (pemanas air tenaga Matahari), dan Sentral Rehabilitasi Mangrove.

Abrasi yang begitu masif di Muara Gembong telah terjadi sejak 2000. Akibatnya, pada 2005 rumah-rumah di sana sudah mulai terendam air laut.

“Di rumah, air sudah sampai satu lutut orang dewasa. Lima hingga enam jam air baru surut. Pada 2000 satu kampung sudah hilang,” kata Sonhaji, Ketua Alipbata (Aliansi Pemuda-Pemudi Bahagia Tangguh).

Ditambahkannya, kalau tidak ada Mangrove, ombak laut juga menghantam tembok samping dan belakang rumah mereka.

Muara Gembong terkenal dengan hasil tambak udang dan ikan Bandeng yang enak khas, rasa manis gurih, berdaging padat, dan ditunggu-tunggu banyak orang di Jakarta dan sekitarnya. Kala jaya-jayanya, penghasilan masyarakat bisa mencapai Rp1 juta per hari. Kala itu banyak modal dan pengaruh besar dari luar, masuk ke Muara Gembong meluaskan tambak-tambak udang (dan Bandeng).

Hutan Mangrove yang dulu masih luas, dibabat dan dikorbankan. Juga, penyebab lainnya. Kini, tambak sudah menurun dan penghasilan rata-rata masyarakat, sekitar Rp 50 ribu per hari dari hasil nelayan menangkap ikan dan udang di laut.

Menurut Sonhaji, lahan daratan yang sudah dipenuhi air laut karena abrasi telah mencapai luas sekitar 450 hektar, sehingga membentuk lubang menjorok ke daratan.

Masyarakat di Kampung Beting akhirnya mulai sadar pentingnya Hutan Mangrove. Penanaman kembali Mangrove yang dimotori Alipbata mulai dilakukan pada 2013.

“Terus terang kalau kami sendirian di sini kami tidak sanggup. Alipbata mulai membuat kontak jaringan dengan komunitas, universitas, perusahaan, hingga relawan yang ingin membantu,” ujar Sonhaji.

Sedangkan masyarakat di Muara Gembong bisa melakukan pembibitan dan penanaman Mangrove. Yang sulit buat mereka adalah dukungan pendanaan yang diperlukan untuk menanam, membesarkan, dan perawatan, melihat masifnya area abrasi serta sulitnya daerah daratan yang sudah menjadi ‘laut’, berlumpur, serta berombak.

Dengan gotong royong tersebut, hingga saat ini masyarakat di Muara Gembong sudah bisa menanam Mangrove sampai sekitar 40 hektar. Masih tersisa 440 hektar lagi.

”Lebih besar pasak dari tiang sebenarnya, tapi kami akan terus berusaha. Karena itu butuh dukungan dan bantuan dari teman-teman semua. Apa manfaat dari Mangrove, ombak tidak datang sampai dinding rumah kami, setidaknya kami lebih aman. Lingkungan alam kembali baik. Dan, perekonomian masyarakat pun bisa meningkat kembali,” imbuh Sonhaji.

“PAKKJ sangat mendukung acara komunitas ini yang sifatnya positif, berbagi kepada sesama, dan lingkungan. Semoga acara seperti ini terus berlanjut dan berkembang,” kata Herry Ahe, dari Pengurus PAKKJ.

Tak sekadar kumpul-kumpul, kegiatan Alumni Kanisius atau Canisian ini mengejawantahkan kepedulian terhadap lingkungan hidup.

Sejalan dengan Herry, Samuel dari Canimount mengatakan bahwa hutan mangrove ini merupakan solusi untuk mencegah berbagai masalah lingkungan dan memiliki sangat banyak manfaat.

“Kita tahu bahwa beberapa tahun ini terjadi abrasi. Jadi, sudah merupakan tugas kita para pencinta alam untuk membantu bertindak untuk mengatasi masalah ini,” ujarnya.

Menurut Buku Ekosistem Mangrove– Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan, tulisan M. Gufran H. Kordi K., ekologi ekosistem Mangrove memiliki fungsi: sebagai habitat Biota; tempat pemijahan, pengasuhan, dan mencari makan fauna (seperti udang, kepiting, kerang, burung, dan lutung); pendukung ekosistem laut; persinggahan fauna migran (seperti burung dan penyu); pelindung pantai; perangkap sedimen dari darat; pencegah intrusi air laut ke darat; biofilter alami (penyaring bahan pencemar); serta paru-paru Bumi.

“Acara ini sejalan dengan misi Solahart untuk memperbaiki lingkungan dan mengurangi gas karbondioksida (CO2). Semoga bantuan ini bisa untuk menjaga Hutan Mangrove, supaya nantinya bisa dinikmati oleh generasi berikutnya,” ujar Aquinas Adipraja, President Director PT Bernadi Utama (Solahart Indonesia), yang turut terjun juga menanam Mangrove.

Setelah Mangrove ditanam kembali, menurut Sonhaji, pada 2015 mulai terasa dampaknya, setidaknya ombak tidak menghantam rumah lagi.
Pada 19 Juli 2022, target penanam 10 ribu pohon Mangrove oleh Canimount, PAKKJ, Solahart, dan Sentral Rehabilitasi Mangrove– yang penanaman bibitnya dilakukan selama beberapa hari— tercapai sudah, berhasil ditanam, seluas kurang lebih 1 hektar. Ini merupakan donasi dan kegiatan yang dikumpulkan dari berbagai orang dan lembaga yang tergabung dalam empat lembaga tersebut, secara bersama-sama.

Bertambah sudah luasan hutan Mangrove yang berhasil direhabilitasi menjadi sekitar 41 hektar. Pelan-pelan, namun pasti dan semakin melebarkan kepedulian terhadap lingkungan.

“Salam lingkungan. Kepedulian untuk masa depan kita dan anak cucu kita,” kata Imanuel Iman, Ketua Sentral Rehabilitasi Mangrove.

Secara gotong royong dan semangat terbukti bahwa kita mampu berbuat sesuatu untuk lingkungan dan masa depan. Gotong royong menanam Mangrove, merehabilitasi Hutan Mangrove di mana pun berada, mengembalikan keharmonisan alam.