Jakarta, Pakuan Pos - 3 September 2024 Bertani, khsusunya dalam pengelolaan Kelapa Sawit tidak sesederhana seperti yang dibayangkan. Tanaman yang telah tumbuh dan berproduksi tidak serta merta diacuhkan tanpa pemeliharaan yang tepat, sekedar menunggu hasil buah dari tanaman tersebut.
Menjawab pengetahuan para petani ataupun pekebun sawit di tanah air, SEVP Operation LPP Agro Nusantara Pugar Indriawan, mengungkapkan, bagaimana pengetahuan teknis budidaya kelapa sawit yang dimiliki oleh para petani sawit masih jauh dari standarisasi.
Dia menyampaikan, dari pengalaman LPP memang banyak gap yang didapatkan dari pelatihan-pelatihan yang telah dilaksanakan terutama terkait dengan teknis budidaya.
“Kenapa? Karena relatif petani ini memahami atau melaksanakan budidaya itu dari pemahaman mereka. Apakah itu mereka dapatkan dari lingkungan sekitarnya atau lainnya, padahal yang dilakukan ini sebenarnya belum sesuai dengan standar baku teknis dalam pelaksanaan budidaya sawit dengan baik sehingga ini menjadi salah satu hal yang menyebabkan produktivitas mereka cukup rendah,” ungkapnya.
Lebih jauh dia mencontohkan, ada beberapa kejadian yang diceritakan oleh para petani, bagaimana mereka memanen buah mentah dan sebagainya. Dia menilai, ini menjadi hal krusial yang perlu dibenahi atau diperbaiki melalui perkenalan kepada para petani melalui pelatihan-pelatihan yang ada.
“Memang saat ini ada sekitar jenis 11 pelatihan yang direkomendasikan atau dilaksanakan Apakah ini cukup? ya tentunya dengan pertambahan tantangan yang ada mungkin tidak cukup dalam masa yang akan datang. Oleh karena itu ke depan pastilah kami akan melakukan evaluasi. Mungkin nanti domainnya ada di Dirjen Bun dan BPDPKS untuk menambah kompetensi-kompetensi baru terkait dengan pengelolaan dan peningkatan kompetensi dalam mengelola perkebunan sawit di masa yang akan datang,” katanya.
Program Petani Milenial
Pugar mengatakan, terkait dengan Tani Milenial pihaknya memiliki program dalam petani milenial. Yang mana program tersebut menjadi salah satu yang dikembangkan dan dibangun tidak hanya dalam komoditi sawit, tetapi ada dalam ada komoditi yang lain.
“Kami melihat minat-minat para generasi muda untuk masuk dalam dunia perkebunan itu semakin berkurang. Padahal sebuah bisnis itu harus dibicarakan sistem bukan hanya sekedar bisnisnya berkelanjutan, tetapi kita harus melihat sistem, siapa yang akan mengelola ke depannya. Oleh karena itu kami ada beberapa program yang dilaksanakan untuk memastikan keberlanjutan dari bisnis perkebunan di masa yang akan datang,” ungkapnya.
Dia menegaskan, ada kurikulum yang dilakukan modifikasi sehingga menarik untuk para generasi muda agar masuk di perkebunan. “Nah kemudian di BPDPKS juga ada satu program beasiswa, khususnya sawit yang harapannya lulusan-lulusan dari BPDPKS ini, dari beasiswa inilah yang akan menjadi next generasi untuk mereka mengelola perkebunan sawit di masa yang akan datang. Setiap tahun ini ada ada sekitar 3000 dan setiap tahun akan meningkat. Harapannya kita sudah menyiapkan 3000 generasi muda yang nanti akan meneruskan estafet perkebunan sawit di masa mendatang,” paparnya.
Lebih jauh menjawab kurikulum, Pugar menerangkan, kurikulum yang diberikan sudah distandarisasi dari Ditjen Bun. “Jadi kita sudah ada standar kurikulum, ada standar minimal yang harus disampaikan kepada pelaku atau peserta sudah ada terkait dengan budidaya standar kurikulumnya standar materinya. Seperti apa? Tentunya pengajar atau mentor yang menyampaikan materi juga akan melihat kondisi masing-masing wilayah seperti apa, karena akan ada kekhasan yang menjadi pembeda untuk tiap wilayah,” jelasnya.
Dua Program
Dengan total lahan Perkebunan kelapa sawit kurang lebih 16 juta hektar, 41% diantaranya dimiliki oleh pekebun swadaya. Walau memiliki luasan lahan yang besar, pekebun sawit swadaya di Indonesia menghadapi isu krusial berupa permasalahan produktivitas. Setiap tahunnya, lahan Perkebunan sawit swadaya hanya mampu memproduksi 2-3 ton Crude Palm Oil (CPO) per hektar per tahun.
Angka ini jauh dari rata-rata produksi Perusahaan BUMN dan Swasta yang mencapai 6-8 ton COP per hektar per tahun. Produktivitas dan juga daya saing hasil pekebun swadaya menjadi isu yang membayangi bisnis sawit swadaya.
Ada beragam faktor yang membuat pekebun swadaya tidak bisa memaksimalkan produksi. Salah satunya penggunaan bibit yang tidak berkualitas hingga keterbatasan kemampuan pekebun. Kurangnya kemampuan dan pengetahuan pekebun swadaya membuat pekebun tidak bisa mempraktikkan budidaya dan perawatan tanaman yang ideal. Menjadikan isu produktivitas terus dihadapi pekebun sawit.
Berangkat dari isu ini, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) membuat Program Pengembangan SDM Perkebunan Kelapa Sawit. Berada di bawah Kementerian Keuangan, BPDPKS memiliki tugas pengelolaan dan pendanaan programprogram pemerintah terkait kelapa sawit.
Berasal dari pungutan ekspor, BPDPKS menyalurkan dana untuk beragam program strategis pemerintah mulai dari peremajaan sawit rakyat, peningkatan sarana dan prasarana Perkebunan, pengembangan SDM, penelitian hingga hulu dan hilirisasi bisnis kelapa sawit.
Isu mengenai keterampilan pekebun swadaya menjadi latar belakang program Pengembangan Sumber Daya Perkebunan Kelapa Sawit yang dilaksanakan BPDPKS setiap tahun. Program yang rutin dilaksanakan ini menyasar berbagai pihak yang terlibat dalam bisnis Perkebunan kelapa sawit swadaya seperti pekebun, pengurus koperasi (KUD) hingga perangkat pendamping daerah.
Para peserta yang berasal dari berbagai wilayah penghasil sawit ini mengikuti pelatihan melalui undangan berdasar Data Rekomendasi Teknis (rekomtek). Rekomtek berisi daftar peserta ini diajukan oleh Dinas Perkebunan masing-masing wilayah yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
“Program pengembangan SDM terbagi menjadi 2, pelatihan dan beasiswa. Pelatihan sendiri bertujuan untuk peningkatkan keterampilan dan kompetensi dari para pekebun untuk menjalankan Good Agricultural Practices,” ujar Arfie Thahar, Kepala Divisi Program Pelayanan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Arfie menambahkan bahwa pendanaan Program Pengembangan SDM ini sudah berjalan sejak tahun 2016. Hingga tahun 2024, sudah lebih dari 18 ribu pekebun mendapatkan pelatihan dan lebih dari 6 ribu anak mendapatkan beasiswa. Sepanjang tahun 2021-2024 pendanaan bagi pelatihan dan beasiswa ini meningkat 50% setiap tahun.
“Dengan peningkatan pendanaan ini diharapkan semakin banyak pekebun yang bisa merasakan manfaatnya. Program ini menjadi langkah kami mempersiapkan SDM berkualitas yang sanggup mengadapi tantangan bisnis,” pungkas Arfie.